Siang itu, warung soto Akmadi yang tersedia di Kota Mojokerto gempar sekali. Di jam mencopet siang, warung makan nun letaknya sedang dekat dibanding Alun-Alun Kota Mojokerto kadang selalu penuh sesak pembeli. Itu yang menjarah tidak saja dari orangorang tua, akan tetapi, ada juga keluarga lembut, bahkan anak-anak yang sedang remaja juga ikut mereguk lezatnya warung soto Akmadi.
Jika sudah begitu suasana menjadi riuh diantaranya di rekan. Sambil makan, tidak lumayan dari pengguna yang lupa bercanda dan bertelepon girang hati. Bahkan tersedia yang foto-foto sambil menyukai pesanan yang belum visibel.
Saat potret mengabadikan, tidak ada nun menghebohkan dan hasilnya lazim saja. Konon, justru sehabis tidak berada di warung milik Akmadi peristiwa eksentrik itu baru terjadi. Tatkala hasil fotonya dilihat di layar tampil keanehan, yaitu salah satu yang dipotret itu ternyata seperti sedang dipangku zat yang eksentrik berwarna suci menyerupai wujud pocongan. Dari beberapa pendokumentasian hanya satu buah foto yang menampakkan pelan seperti itu.
Berita foto penampakan orang-orang yang dipangku pocongan tersebut ternyata cepat menyebar, tergolong gambarnya saja menyebar daripada handphone ke handphone beda. Setelah kehebohan itu, malahan malah tersedia beberapa orang dengan mengaku melihat penampakan pocongan yang sedang memangku seorang pembeli ketika mereka berada di warung tersebut. Herannya, setelah ada peristiwa itu, justru nun lain sekiranya ikut-ikutan menambah-nambahi.
Ada lagi nun menyebutkan kalau orang yang sering mencopet di warung tersebut bisa-bisa akan dijadikan tumbal pesugihan pocong. Tak menunggu ruang lama, akibatnya isu ini warung menjarah milik Akmadi sepi pemesan.
Akmadi yang merasakan tidak berbuat apa-apa dan tidak mengarifi isu pesugihan itu, jadi heran sendiri. Hari ini, tidak ada seorang pemesan pun nun makan di warungnya. Kemarin masih ada satu 2 orang pengguna, namun saat ini tidak ada sama sekali dengan mampir di warungnya. Istrinya yang biasa membantu menjaga pembeli sudah pulang terlebih dulu, mungkin karena warungnya sepi. Akmadi merasa lelah sekali tarikh itu. Jika dulu badannya lelah olehkarena itu melayani pemesan, sekarang badannya lelah menyambut pembeli yang bukan ada satupun yang visibel. Capek melayani pembeli membuat hatinya bahagia. Tapi lejar karena tiada pembeli tak hanya menghasilkan badannya dengan lelah, tetapi hatinya juga merasa nelangsa.
Dalam hati, perwira ini langsung bertanya-tanya ada apa itu, kenapa cuma dalam ruang tidak datang seminggu warungnya menjadi tidak ada pembeli sama sekali? Malam itu, sebelum mengetuk warungnya, Akmadi sudah bertekad akan menelaah jawabannya. Ia akan mensyaratkan hal itu kepada cela seorang temannya. yang sama-sama membuka warung di kira-kira situ.
Dulu, warung soto milik Akmadi nun ada dalam Kota Mojokerto itu tak pernah hening pembeli. Pada setiap kali dibuka mulai pukul 09. 00-21. 00 WIB, warung itu selalu tandus diserbu pembeli yang akan menikmati sotonya yang sedianya banyak ditemui di teritori lain. Warung soto milik Akmadi seolah menjadi ciri khas Kota Mojokerto. Orang orang-orang dari pendatang Kota Molokerto juga penuh yang mengetahui dan senang makan di warung sotonya jika permisi melintasi Kota Onde-Onde ini. Di sebelah rasanya yang memang senang, harganya pula terjangkau. Demikian rata-rata alasan pelanggannya.
Sekitar getok 21. 00 WIB, Akmadi menutup warungnya, ia menyempatkan keluar sekilas untuk menengok ke daksina dan kiri, barangkali ada calon pembeli. Tapi, malam itu kadang kelihatannya tiada seorang kendati yang bakal mampir di warungnya, ia melihat kaum warung dengan menyediakan menu lain, kecuali soto, duga tutup dan hanya warung milik Tono, penjual sate ayam dengan masih buka.
Sebelum menutup warungnya, Akmadi pernah menarik nafas daIam pada sembari mengatakan dalam sanubari, mungkin sepinya warung soto Ini adalah cobaan nun diberikan Tuhan kepadanya. Benih, dulu semasa warungnya berisik ia meleng bersyukur atau kurang bersyukur. Karena itu ia kudu tabah dan sabar di menghadapinya. Beserta sabar, ia yakin tak akan membuat hatinya semakin tengak.
Malam itu, usai menutup warungnya, Akmadi menghadap Pak Tono, penjual warung sate ayam yang sedang satu deretan dengannya. Ia berkeluh erang kepada temannya yang asal Madura itu tentang warungnya yang tiba-tiba menjadi sirep pembeli.
“Jadi engkau sendiri belum mendengar akan halnya isu tentang warungmu, Di? ” Tanya temannya ini.
“Belum, memangnya tersedia apa, No? ” Akmadi balik bertanya.
Tono akhirnya menyatakan apa nun didengarnya berdasar pada terperinci. Sejak foto Khilaf seorang nun katanya dipangku pocongan mencapai berbatas warungnya yang sewaktu waktu bisa mengambil tumbal. Bukan hanya mengarang, Tono pula menunjukkan gambar seorang putri yang katanya dipangku pocongan lewat telepon genggamnya.
Mendengar kaul itu. Akmadi hanya geleng kepala sambil sesekali menarik nafas dalam-dalam. Tadi saat ditunjukkan pelan gadis nun katanya dipangku pocongan, Akmadi kurang serius jika foto itu diambil di warungnya. Sebab, pembawaan belakangnya bukan jelas dan bisa saja foto tersebut hasil rekayasa seperti foto artis yang sering didengarnya di pemberitahuan infotaiment di televisi, ia yakin kalau isu tersebut dihembuskan orang2 yang tidak senang di dalam warungnya. Tapi, siapa nun tega melakukannya?
Malam itu, beserta perasaan galau Akmadi kembali ke rumahnya yang tidak terlalu jauh beserta berjalan kaki. Barang dagangannya ditinggalkan begitu saja dalam warungnya, tanpa ada nun dibawa berbalik seperti lazimnya.
ia masuk di dalam rumahnya yang telah sepi dan pintunya tidak dikunci, Kiranya istri dan anaknya dengan sudah uzur 7 tahun sudah ketiduran sehingga mencapai berbatas lupa mengunci pintu rumah, batin perwira ini. Tapi, sampai pada ruang tengah dan pada dekat ruang yang lazim digunakan untuk menaruh barang-barang, Akmadi mengikuti sesuatu nun aneh. Talun itu lembut sekali. akan tetapi ia seperti mengenali siapa yang menguncapkan kata-kata yang berulang ulang menyerupai pengejaan mantera itu.
“Kadang jin mumi, kadang jin duit! Kadang jin mayit, kadang orang bunian duit! ” begitu perkataan itu terdengar sampai berkali kali.
Tiba-tiba berlabuh hembusan angin yang entah dari mana asalnya. Akmadi yang sedang mendekati ruangan itu sampai dibuat takwa bersamaan beserta datangnya tiupan angin tersebut. Sementara daripada dalam lubang, Akmadi masil mendengar talun yang mengucapkan mantera sedang ulang ini.
Tiba-tiba lagi terdengar suara seperti benda jatuh. Setelah ini suasana balik sunyi. Saat Akmadi menghasut diri untuk mengintipnya, ternyata di di kamar istrinya sedang menahan sebuah zat yang terbungkus kain putih meyerupai struktur pocongan.
Tak kalah kagetnya, ketika benda mirip pocongan tersebut dibuka ternyata di dalamnya berisi uang tunai dengan jumlahnya menggiurkan saking banyaknya. Akmadi seolah tidak mengakui dengan apa yang dilihatnya. Tapi, rasa penasaran menghasilkan keberaniannya muncul untuk mengetahui apa yang sedang dijalani istrinya.
“Apa dengan kamu lakukan, Sri?! ” tanya Akmadi menyebut identitas panggilan istrinya yang dinamakan lengkap Sriatun itu. Sri terkejut. tapi cepat-cepat wajahnya berganti dengan senyuman demikian mengetahui yang datang ialah suaminya. “Kita kaya raya, mas! Kita kaya raya, mas! Pandang ini, segenap adalah duit! Tidak apa-apa warung soto kita saat ini sepi, tapi sekarang kita bisa sebagai kaya raya dengan uang ini! ” Ucap istrinya menyakinkan Akmadi.
“Jadi selama tersebut diam-diam kau memuja pesugihan pocong, Sri? Berarti sahih apa yang diisukan orang2 tentang warung soto member, Sri?! “ Tanya Akmadi seolah sedang belum mengakui dengan apa yang dijalani istrinya.
Sriatun bukan menjawab problem suaminya. la diam seperti mengiyakan bagi semua dengan telah berlangsung. Akmadi luang tidak ya dengan apa-apa yang dilakukan istrinya nun menghalalkan sekalian cara guna mendapatkan kekayaan. Ia tegak bahwa seluruh itu akan menimbulkan zat yang tak baik, mencita-citakan tumbal misainya. Namun, ia tidak bisa berbuat apa-apa, sebab semua sudah dijalani istrinya tanpa sepengetahuannya.
Dan, penyesalan itu semakin mendalam ketika anak semata wayangnya meninggal di sendi raya hukuman ditabrak perantara bermotor sepulang dari maktab. Akmadi sempat menduga, nampaknya itu hukuman tumbal untuk mereka dengan memuja pesugihan pocong? Tapi, pikiran ini sirna saat ia hanyut dalam kesenangan yang dihasilkan dari memuja pesugihan pocong yang dilakukan istrinya.
Konon, kecuali bisa menarik harta zat secara tepat yang menyerupai pocongan, itu yang memeluk pesugihan pocong juga masuk terbantu jika mempunyai usaha warung makanan, dagang dan sejenisnya. Caranya, pocong pesugihan itu mampu menarik pelanggan. Pelanggan mampu merasa tenteram, betah dan ingin kembali ke tempat yang diikuti pocong pesugihan.
Tapi apa yang dilakukan Sriatun, istri Akmadi, pasti lah bukan sebanding beserta resiko yang harus mereka tanggung. Kenikmatan duniawi dengan mereka teguk akan musnah dalam sekejapan mata. Tapi siksa dikemudian hari mesti mereka tanggung sepanjang masa. Satu buah perbuatan buruk yang tidak pantas guna diikuti.
Nama: Kyai Pamungkas
Alamat: KYAI PAMUNGKAS, Jl. Raya Condet Jl. Kweni No.31, RT.1/RW.3, Balekambang, Kec. Kramat jati, paranormal Indonesia Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13530
Phone: +6285746468080